Pengertian dan Esensi Sumber Daya Manusia Pesantren
Pengertian dan Esensi Sumber
Daya Manusia
Wacana
sumber daya manusia (SDM) merupakan suatu terminology yang tidak akan
pernah ‘basih’ untuk diperbincangkan, diperdebatkan, didialogkan dan dikaji.
Adapun konteks dan bentuknya tetap ‘hangat’ diperbincangkan, karena berkaitan
erat dengan hidup dan kehidupan. Kehidupan dalam arti mempertahankan dan
mengkonstruksi eksistensi, agar dalam mengaktualisasikan sejarah senantiasa survival.
Sumber daya manusia menjadi spketrum dalam mengembangkan semangat pembangunan,
baik secara individual, komunal maupun dalam berbangsa dan bernegara.
Secara
filosofis, pemeran utama dalam pembangunan adalah manusia. Sukses tidaknya
suatu pembangunan tergantung kepada manusianya selaku ‘aktor’ yang berperan di
dalamnya. Masalah sumber daya manusia merupakan salah satu permasalahan pokok
yang dihadapi oleh negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dalam rangka
pembangunan negaranya. Hal ini dapat dilihat dalam negara yang sudah maju.
Seluruh potensi dapat dikembangkan dan dikelola sehingga menjadi produktif.
Kreativitas penduduk menunjukkan proyeksi dari sumber daya manusia yang
ditopang oleh sains. Kelebihan negara maju terletak kepada kemampuan mereka
menghasilkan produk baru yang dapat bersaing di pasar local maupun global,
dengan cara menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pengembangan
inovasi.
Secara
sosiologis, sumber daya manusia bagian dari individual dan komunal yang harus
digali dan dikembangkan agar dapat berguna bagi pembangunan kehidupan sosial.
Olehnya itu, setiap orang telah dan mungkin menjadi sumber yang berguna bagi
masyarakat dan negara. Dengan kata lain, setiap individu dalam masyarakat tanpa
melihat umurnya bias menjadi sumber daya yang berguna. Diskursus tersebut
mengilustrasikan bahwa tanpa memandang stratafikasi sosial, baik dari
segi umur, jenis kelamin, bakat maupun profesinya dan segala sumber dapat
dipandang sebagai asset bila berguna bagi kehidupan masyarakat. Dengan
demikian, sumber daya manusia adalah bagian atau porsi penduduk produktif yang
eksis dalam masyarakat.
Di
sisi lain, sumber daya manusia merupakan tipikal kepribadian seseorang. Tipikal
kepribadian ini, meretaskan karakter-karakter individu ke dalam tataran budaya
yang melahirkan adagium kebudayaan. Motivasi kebudayaan dipengaruhi oleh
teologi, adat istiadat, stratum, norma, pendidikan dan sebagainya dalam
masyarakat. Cara pandang tersebut merupakan sublimasi dalam kehidupan sehingga
memformulasi peradaban. Formulasi peradaban menelorkan paradigma persfektif
dalam melohat kosmos sebagai proses transformatif. Perubahan yang
beriringan dengan zaman yang terakumulasi dalam perubahan merupakan dialektika
sumber daya manusia yang progresif.
Dialektika kehidupan menginspirasikan
proses evolusi. Hal ini dapat dilihat dalam Firman Allah Swt. Surat An-Nahl
(16) : 78, sebagai berikut :
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ
شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
Terjemahnya:
“Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dan tidak mengetahui sesuatu apapun, kecuali
diberikan potensi yakni pendengaran, penglihatan dan hati agar kalin bersyukur.”
Dari
ayat di atas, dapat dipahami bahwa kehidupan manusia mengalami proses evolusi
bukan dari segi biologis. Legitimasi Tuhan diamanahkan kepada manusia demikian
kuatnya sehingga dibekali potensi-potensi. Dengan potensi tersebut yang dapat
membuat makhluk manusia menjadi handal, maka diberikanlah tugas suci sebagai
khalifah di bumi. Adapun tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi
antara lain menyangkut tugas : “Mewujudkan kemakmuran di muka bumi, keselamatan
dan kebahagiaan hidup di muka bumi dengan cara beriman dan beramal saleh,
bekerja sama dalam menegakkan kebenaran dan kesabaran”.
Hal
tersebut cukup rasional apabila Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di
muka bumi, sebagaimana dalam Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah (2) : 30,
berbunyi :
وَإِذْ قَالَ
رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا
أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ
بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Terjemahnya:
“Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi ini orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang kamu tidak ketahui.”
Tugas
mengelola alam jagad raya ini dengan menggunakan potensi sepotimal mungkin,
Tuhan menyarankan agar lebih meningkatkan kualitas diri untuk mencoba
meninggalkan kosmos menuju ke angkasa – seperti pada binatang burung. Ilustrasi
ini sebagai indikator pentingnya sumber daya manusia yang handal bukan hanya
pada tataran profan tetapi dapat memasuki wilayah transendentil.
Untuk lebih tegasnya, perhatikan firman Allah Swt. Dalam Surat Ar-Rahman (55) :
33, sebagai berikut :
يَا مَعْشَرَ
الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ
Terjemahnya:
“Hai
jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintas) penjuru langit
dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan
kekuatan.”
Pemaparan
di atas menggambarkan bahwa terminology sumber daya manusia bersifat global,
dan untuk memberikan interpretasi senantiasa dipengaruhi oleh persfektif
idologi seseorang, misalnya persfektif Umat Islam.
Telah
diuraikan sebelumnya, bahwa masalah sumber daya manusia merupakan suatu
permasalahan pokok yang dihadapi oleh negara – negara yang sedang berkembang.
Sehubungan dengan hal itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan
hal yang sangat mendapat perhatian. Karena untuk mencapai tujuan pembangunan
perlu mobilisasi sumber – sumber daya manusia. Misalnya, di Indonesia, sumber
daya manusia mendapat perhatian serius dari pemerintah, sebagaimana menjadi
konklusi akhir dalam Sidang Umum MPR tahun 1999, sebagai berikut :