KERJA SAMA ORANG TUA DAN GURU DALAM MENDIDIK ANAK
Setelah penelusuran penulis terhadap beberapa tulisan dan
penelitian terdahulu yang berhubungan penelitian yang akan penulis lakukan, penulis
menemukan di antaranya skripsi yang ditulis oleh Islahuddin dengan judul
penelitiannya “Peranan Kerja Sama Guru dan Orang Tua dalam Peningkatan
kemampuam membaca Al-Qur’an Bagi Santri TPA Meugit Sagoe. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh peneliti dapat diketahui bahwa lembaga dan keluarga mempunyai
korelasi yang sangat erat dalam keberhasilan pendidikan anak, karena akan sulit tercapai. Pihak-pihak
tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu mempersiapkan anak dan generasi muda
bagi perwujudan diri di masa yang akan datang. Peneliti menyimpulkan bahwa
hambatan kerja sama orang tua dan guru dalam peningkatan kemampuan baca
Al-Qur’an santri TPA Meugit Sagoe yaitu kurangnya waktu dan sulitnya bertemu
orang tua dengan guru TPA.[1]
Muhammad Isa dalam
skripsinya yang berjudul “Problema Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap
Pendidikan Anak di Gampong Blang Weu Baroh Kecamatan Blang Mangat”
menerangkan bahwa orang tua merupakan pendidik yang pertama dalam keluarga, namun
dalam mendidik anak, orang tua menemui masalah atau hambatan seperti
lingkungan, ekonomi keluarga dan pergaulan anak, apabila lingkungan sekitar
anak baik maka kepribadian, sikap anak menjadi lebih baik, atau sebaliknya
menjadi tidak baik.
Semakin baik lingkungan yang mendukung pendidikan anak maka akan baik pula
hasil belajarnya.[2]
Zainab dalam skripsinya yang
berjudul Peranan Kerja Sama Orang Tua
Guru dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Anak di MAN Bandar Dua, Zainab
meneliti bahwa mendidik anak bukanlah hal yang sederhana, bahkan bias menjadi
suatu tantangan tersendiri secara intelektual maupun emosional. Orang tua juga bertanggung
jawab terhadap pendidikan anaknya di madrasah, dan guru di madrasah dituntut
mendidik anak kearah intelektual tinggi, orang tua pun perlu memahami konsep, filosofi
dan system pendidikan pada MAN Aliyah Bandar pihak madrasah.[3] Orang tua dan
guru sangat berperan aktif dalam menentukan hasil belajar siswa dan mutu
pendidikan di sekolah. Siswa membutuhkan motivasi yang sangat penting dari
orang tua dalam pendidikan. Siswa akan semakin aktif bila ada motivasi dari
lingkungannya.
Dari judul-judul
skripsi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penelitian tentang hubungan
orang tua guru atau sejenisnya sudah pernah dilakukan sebelumnya, akan
tetapi secara tekstual penelitian semacam ini belum pernah dilakukan, dan
penting untuk diingat bahwa yang membedakan penelitian ini dengan yang
terdahulu adalah objek, tempat, dan
waktu penelitian, karena
bagaimana pun objek, tempat, dan
waktu sangat menentukan hasil penelitian itu sendiri. Mutu pendidikan sangat ditentukan oleh kerjasama guru dan orang
tua di sekolah.
A.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Mutu Belajar
Dalam
belajar, keberhasilan siswa sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Adapun
dilihat dari keadaan dan lingkungan belajar siswa, maka faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu belajar tersebut ada 2, yaitu:
1.
Faktor
Intern
1)
Motivasi
Pengertian Motivasi adalah daya
penggerak yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan untuk
mencapai tujuan.[4] Motivasi tersebut dapat
ditanamkan kepada diri siswa dengan cara memberikan latihan-latihan atau
kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh lingkungan. Keseringan orang tua
dalam memberikan motivasi kepada anaknya akan dapat membangkitkan semangat
belajar anak. Motivasi sangat penting dalam proses perkembangan anak dalam
menentukan masa depannya.
2)
Kondisi
fisik/ jasmani saat mengikuti pelajaran
Kondisi fisik atau jasmani siswa
saat mengikuti pelajaran sangat berpengaruh terhadap minat dan aktifitas
belajarnya. Faktor kesehatan badan, seperti kesehatan yang prima dan tidak
dalam keadaan sakit atau lelah, akan membantu dalam memusatkan perhatian
terhadap perhatian. Sebab untuk mengikuti proses belajar itu memerlukan
kegiatan mental yang tinggi, menuntut banyak perhatian dan pikiran yang jernih.
Oleh karena itu, apabila siswa mengalami kelelahan atau terganggu kesehatan,
akan sulit memusatkan perhatian dan berfikir jernih. Kelelahan akan dapat
mengganggu aktifitas belajar siswa.
2.
Faktor
Ekstern
1)
Faktor
keluarga
a) Keadaan keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan
dibesarkan sebagai yang dijelaskan oleh Slameto, bahwa “kelurga adalah lembaga
pendidikan pertama dan utama. Kelurga yang sehat besar artinya untuk pendidikan
kecil, tetapi bersifat menentukan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa,
negara dan dunia.[5] Adanya rasa aman dalam
keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman
itu membuuat seseorang akan terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa
aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi
untuk belajar. Dalam hal ini Hasbullah mengatakan bahwa, “keluarga merupakan
lingkungna pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak
pertama-tama mendapatkan pendidikan dan bimbingan, sedangkan tugas utama dalam
keluarga bagi pendidikan anak adalah sebagai peletak dasar bagi pendidikan
akhlak dan pandangan hidup keagamaan.[6]
Oleh
karena itu orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan dimulai dari keluarga
sedangkan sekolah merupakan pendidikan lanjutan. Peralihan pendidikan informal
kelembaga-lembaga formal memerlukan kerja sama yang baik antara orang tua dan
guru sebagai pendidik dalam usaha meningkatkan hasil belajar anak. Jalan kerja
sama yang perlu ditingkatkan, dimana oranmg tua harus menaruh perhatian yang
serius tentang cara belajar anak dirumah. Perhatian orang tua dapat memberikan
dorongan dan motivasi sehingga anak memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang
baik untuk belajar.
b) Cara orang tua mendidik
Cara
orang tua mendidik adalah sangat besar pengaruh terhadap hasil belajar anak.
Orang tua yang kurang atau tidak memperhatikan pendidikan anaknya, maka mereka
acuh tak acuh terhadap bacaan anaknya, tidak memperhatikan kepentingan dan
kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak
menyediakan atau melengkapi bahan bacaannya, tidak memerhatikan tingkah
anaknya, apakah anaknya belajar atau tidak, dapat menyebabkan anak kurang
berhasil dalam hal prestasi belajar.[7]
c) Perhatian orang tua
Perhatian
orang tua sangat penting dan diperlukan dalam memberikan bimbingan, arahan dan
dukungan kepada anak. Jika anak sedang belajar jangan diganggu dengan
tugas-tugas dirumah. Terkadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib
memberikan perhatian dan dorongan, membantu kesulitan yang dialami anak
disekolah. Jika perlu menghubungi gurunya untuk mengetahui prestasi belajar.
2)
Faktor
sekolah
Sekolah
merupakan tempat aktivitas anak mengembangkan intelektualnya, di sekolah selain
memperoleh ilmu teoritis, juga ikut mendidik anak dalam memelihara budi pekerti
anak. Di sekolah anak harus mengikuti segala peraturan yang telah ditetapkan.
Mereka tidak boleh bertindak sesuka hatinya.
Faktor
yang mempengaruhi belajar di sekolah antara lain: metode belajar, kurikulum,
relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran dan metode mengajar yang diterapkan oleh guru.
a) Metode dan gaya mengajar guru
Metode
dan gaya mengajar guru juga memberi pengaruh terhadap minat siswa dalam
mempelajarisuatu mata pelajaran. Oleh karena itu hendaknya guru dapat
menggunakan metode dan gaya mengajar yang dapat menumbuhkan minat dan perhatian
serta motivasi yang besar terhadap siswa.
Cara
penyampaian pelajaran yang kurang menarik menjadikan siswa kurang kurang
berminat dan bersemangat untuk mengikutinya. Namun sebaliknya, jika pelajaran disampaikan dengan cara dan
gaya yang menarik perhatian, maka akan menjadikan siswa tertarik dan
bersemangat untuk selalu mengikutinya dan mendorongnya untuk selalu
mempelajarinya. Cara seorang guru dalam menyampaikan pelajaran sangat terkait
dengan tipe atau karakter kepribadiannya. Seperti yang dikemukakan oleh
Muhibbin Syah, sebagai berikut:
1) Guru yang otoriter
Secara
harfiah, otoriter berarti berkuasa sendiri atau sewenang-wenang. Guru
yag otoriter mengarahkan dengan
keras segala aktivitas siswa tanpa dapat ditawar-tawar. Hanya sedikit sekali
kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk berperan serta memutuskan cara
terbaik untuk kepentingan belajar mereka, sehingga antara guru dan murid tidak
terdapat hubungan yang akrab.
2) Guru lezeifee
Istilah
lezeifee ini sepadan dengan invidualisme
yaitu paham yang menghendaki kebebasan pribadi. Guru yang berwatak seperti ini,
biasanya gemar mengubah arah dan cara pengelolaan belajar secara enaknya,
sehingga menyulitkan siswa dalam mempersiapkan diri. Sebenarnya guru tersebut
tidak menyenangi profesinya sebagai tenaga pendidikmeskipun ia memiliki
kemampuan yang memadai.
3) Guru yang demokratis
Bersifat
demokratis yang pada intinya mengandung makna memperhatikan persamaan hak dan
kewajiban semua orang. Guru yang memiliki sifat ini pada umumnya dipandang
sebagai guru yang paling baik dan ideal. Alasannya, dibanding dengan guru yang
lainnya, guru tipe demokratis lebih suka bekerjasama dengan rekan-rekan
seprofesinya, namun tetap menyelesaikan tugasnya secara mandiri. Ditinjau dari
hasil sudut pengajaran, guru yang demokratis dengan yang otoriter tidak jauh
berbeda. Akan tetapi dari sudut moral, guru yang demokratis lebih disenangi
oleh rekan-rekannya maupun oleh siswanya sendiri.
4) Guru yang otoritatif
Otoritatif
berarti berwibawa karena adanya kewenangan
baik berdasarkan kemampuan maupun kekuasaan yang diberikan. Guru yang
otoritatif adalah guru yang memiliki dasar-dasar pengetahuan baik pengetahuan
faknya maupun pengetahuan umum. Guru seperti ini biasanya ditandai dengan oleh
kemampuan memerintah secara efektif kepada siswa dan kesenangan mengajak
kerjasama kepada para siswa bila diperlukan dalam mengikhtiarkan cara terbaik
untuk penyelenggaraan system belajar. Dalam hal ini, guru ini hamper sama
dengan guru yang demokratis. Namun, dalam hal memerintah dan memberi anjuran,
guru yang otoritatif pada umumnya lebih efektif, karena lebih disegani oleh
para siswa dan dipandang sebagai pemegang otoritas ilmu pengetahuanm yang
digelutinya.[8]
Disamping
karakter yang telah disebut di atas, metode yang digunakan dalam menyampaikan
pelajaran besar pula pengaruhnya terhadap minat belajar siswa. Apabila guru
hanya menggunakan satu metode saja dalam mengajar maka akan membosankan, yang
akhirnya siswa tidak tertarik memperhatikan pelajaran. Jadi hendaknya guru
dapat menggunakasn berbagai metode mengajar yang bervariasi sesuai dengan
tujuan pembelajaran.
b) Sarana dan prasarana
Sarana
adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses
pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pembelajaran, perlengkapan
sekolah, dan lain sebagainya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang
secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran,
misalnya
jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar
kecil, dan lain sebagainya.[9]
Terdapat
beberapa keuntungan bagi sekolah yang memiliki kelengkapan sarana dan
prasarana. Pertama, kelengkapan
sarana dan prasana dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru mengajar. Kedua, kelengkapan sarana dan prasarana
dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk belajar.[10]
3)
Faktor
Lingkungan Masyarakat
Faktor-faktor
dalam masyarakat mempunyai pengaruh cukup besar terhadap proses dan hasil
belajar peserta didik dalam menwujudkan tujuan belajar, karena siswa sebagai
makhluk sosial tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh lingkungan masyarakat
sekitarnya. Pengaruh ini terjadi disebabkan karena:
a) Kegiatan siswa dalam masyarakat.
b) Media.
c) Teman bergaul.
d) Bentuk kehidupan masyarakat.[11]
3. Peran
Orang Tua dalam Peningkatan Mutu Belajar
Peranan adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling
berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu. Menurut Amran, peranan adalah
bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.[12]Dengan
demikian peranan dapat diartikan dengan sesuatu yang menjadi bagian atau yang
memegang pimpinan terutama dalam terjadinya pendidikan.
Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa
“orang tua berarti orang yang sudah tua, orang yang dianggap tua (seperti
cerdik, pandai) dalam kampong”.[13]
Menurut W. J. S Poerwandarminta, orang tua
yaitu orang yang dianggap tua dan mampu memberikan nasehat untuk anaknya dan
orang lain.[14]
Orang tua sangat berperan penting dalam
pendidikan anak. Peranan orang tua dalam pendidikan anak dilakukan atas dasar
tanggung jawabnya sebagai Pembina anak dalam lingkungan keluarga. Hal ini
menunjukkan orang tua sebagai pendidik utama dalam lingkungan keluarga. Zakih
Daradjat menyatakan bahwa “orang tua mempunyai kedudukan dalam keluarga dam
punya tanggung jawab penuh demi kelangsungan rumah tangga, harus mampu
memberikan segala kebutuhan hidup dan memberikan perlindungan kepada semua
anggota kelurga seperti pangan, sandang, dan pendidikan.”Pendidikan merupakan
hal utama dalam perhatian orang tua. Sehingga pendidikan anak dapat tumbuh
berkembang dan suatu hari nanti bila ia sudah dewasa dapat hidup mandiri.[15]
Pendidikan merupakan hal terbesar yang selalu
diutamakan oleh para orang tua. Saat ini masyarakat semakin menyadari
pentingnya memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anak mereka sejak
dini. Untuk itu orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam membimbing
dan mendampingi anak dalam kehidupan keseharian anak. Sudah merupakan kewajiban
para orang tua untuk menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga dapat
memancing keluar potensi anak, kecerdasan dan rasa percaya diri. Dan tidak lupa
memahami tahap perkembangan anak serta kebutuhan pengembangan potensi kecerdasan
dari setiap tahap.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang
pertama dan utama. Dalam kaitan ini Winarno Surachmad menyatakan sebagai
berikut:
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan
utama yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak, keluarga besar atau
kecil, keluarga miskin atau berada. Situasi keluarga tenang, damai, gembira, atau
kelurga yang sering cekcok, bersikap keras, ini semua akan mewarnai sikap anak.[16]
Keberhasilan pendidikan di suatu lembaga
pendidikan tidak hanya ditentukan oleh guru di sekolah, akan tetapi peranan
orang tua juga sangat menentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhammad Surya
bahwa:
Pihak yang paling langsung bersentuhan dengan
proses pelaksanaan pendidikan anak adalah keluarga dan sekolah. Dalam kenyataan
sering terjadi situasi saling menyalahkan satu dengan lainnya. Sekolah
menyalahkan orang tua dan sebaliknya orang tua menyalahkan sekolah. Sebenarnya
pihak-pihak terkait ini mempunyai tujuan yang sama yaitu mempersiapkan anak dan
generasi muda bagi perwujudan dirinya dimasa yang akan datang.[17]
Orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan
anaknya akan menyebabkan anak kurang berhasil dalam belajar. Hubungan tanggung
jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya, maka tanggung jawab pendidikan itu
pada dasarnya tidak bisa dipikulkan kepada orang lain. Namun untuk kesempurnaan
pendidikan secara utuh, orang tua juga perlu pelimpahan tanggung jawab
pendidikan anak pada orang lain, yaitu sekolah dan masyarakat. Mengasuh dan
mendidik anak merupakan tanggung jawab utama setiap orang tua. Karena bersama
orang tualah anak lebih banyak menghabiskan waktunya, bila dibandingkan dengan
lingkungan pendidikan lainya seperti lingkungan sekolah dan masyarakat.
Dari berbagai sumber dapat dikemukakan bahwa
peran paling penting dan efektif dari orang tua adalah menyediakan lingkungan
yang kondusif, sehingga peserta didik dapat belajar dengan tenang dan
menyenangkan. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua untuk membentuk
lingkungan belajar yang kondusif di rumah, antara lain sebagai berikut:
a.
Menciptakan
budaya belajar di rumah
b.
Memprioritaskan
tugas yang terkait secara langsung dengan pembelajaran sekolah. Jika banyak
kegiatan yang dilakukan anak, maka utamakan yang terkait dengan tugas
pembelajaran.
c.
Mendorong
anak untuk aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi sekolah, baik yang
bersifat kurikuler maupun ekstrakurikuler.
d.
Memberikan
kesempatan kepada anak untuk mengembangkan gagasan, ide, dan berbagai aktivitas
yang menunjang kegiatan belajar.
e.
Menciptakan
situasi yang demokratis di rumah, agar terjadi tukar pendapat dan pikiran
sebagai sarana belajar dan membelajarkan.
f.
Memahami
apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh sekolah dalam mengembangkan
potensi anaknya.
g.
Menyediakan
sarana belajar yang memadai, sesuai dengan kemampuan orang tua dan kebutuhan
sekolah.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua sangat
berperan dalam meningkatkan mutu pendidikan anaknya baik di sekolah di rumah.
Keberhasilan anak dalam dunia pendidikan sangat tergantung dari diri orang tua.
Orang tua yang memperhatikan pendidikan anaknya, akan menyebabkan anak gagal
dalam pendidikannya. Sebaliknya orang tua yang memperhatikan pendidikan
anaknya, maka anaknya akan berhasil dalam dunia pendidikan.
Selanjutnya, secara lebih mendetil M. Nipan Halim menambahkan, bahwa
tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anakya meliputi:
1.)
Menyelamatkan
fitrah, setiap anak yang terlahir ke dunia ini menurut ajaran islam telah
membawa fitrah islamiah. Maka setiap orang tua wajib menyelamatkannya dengan
usaha-usaha yang nyata. Selain berbekal fitrah islamiyah, manusia ditakdirkan
menjadi makhluk pelupa. Maka orang tua selaku pemegang amanah Allah SWT
berkewajiban mengingatkannya dan menghindari anaknya terjerumus ke dalam akhlak
Yahudi, Nasrani, Majusi atau lebih parah lagi berpaham Aithes.
2.)
Mengembangkan
potensi pikir anak. Setiap anak yang terlahir ke dunia ini pasti memiliki
potensi pikir tersendiri, potensi pikir inilah yang membedakan antara makhluk
Allah SWT yang bernama manusiaperlu dikembangkan melalui pendidikan. Sehingga
potensi yang ada tidak statis. Anak semakin hari akan berkembang ke arah
kedewasaan berfikir. Ia dapat menelaah, merenungi dan menghayati segala hal
yang dihadapi termasuk juga merenungisegala gejala alam ini.
3.)
Mengembangkan
potensi karsa anak. Bersamaan dengan potensi pikirdan potensi rasa yang
merupakan hidayah Allah SWT, setiap anak memilki pula potensi karsa atau
potensi kehendak. Potensi rasa dan potensi pikirkan menyuarakan sebuah kehendak
untuk bertindak. Potensi karsa sangat penting artinya bagi kehidupan anak, oleh
sebab itu orang tua dituntut untuk memenuhi kehendak anak melalui jalur
pendidikan dan tidak terjerumus kepada hal-hal negatif. Dengan berkembangnya
potensi karsa secara wajar dan mengandung nilai aqidah islamiah, maka anak akan
tumbuh dewasamenjadi insan yang bertakwa kepada Allah SWT.
4.)
Mengembangkan
potensi kerja anak. Potensi kerja anak hendaknya tidak dibiarkan statis, tetapi
harus diusahakan pengembangannya melalui pendidikan yang diupayakan orang tua
pada hakikatnya hanyalah mengembangkan dan memberdayakan potensi kerja yang
sudah ada. Orang tua tidak perlu memaksakan pilihan pekerjaan kepada anak.
Orang tua cukup mengarahkan bakat kerja mereka. Pemaksaan terhadap anak akan
dapat menimbulkan kecelakaan pada masa depan anak.
5.)
Mengembangkan
potensi sehat pada anak. Kesehatan anak merupakantanggung jawab orang tua untuk
mendidik anakya menjadi generasi yang sehat dan mampu melaksanakannya sebagai
hamba Allah SWT. Orang tua memberikan pendidikan tentang kesehatan kepada
anaknya, seperti kesehatan jasmani berupa olahraga secara teratur dan menjaga
kebersihan.[18]
4. Peran
Guru dalam Peningkatan Mutu Belajar
Kata guru berasal dari bahasa sangsekerta guru yang juga berarti guru, secara harfiah didefinisikan sebagai
“berat” adalah suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk
pendidikan profesional dengan tugas utama memdidik, mengajar, membimbing,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru adalah pendidik dan
pengajar pada pendidikan usia dini di jalur sekolah atau pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam definisi yang lebih luas
setiap orang yang mengajar sesuatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang
guru.[19]
Menurut K. H.Hasyim Asy’ari, guru
adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuannya kepada orang lain untuk
mencari ridha Allah SWT, yang mengantarkan seseorang untuk memperoleh
kebahagiaan dunia akhirat.[20]
Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di
tempat-tempat tertentu. Guru menempati kedudukan terhormat di masyarakat.
Kewibawaanlah yang membuat mereka dihormati. Para orangtua yakin bahwa gurulah
yang dapat mendidik anak didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian
mulia. Jadi guru, adalah sosok figur yang menempati posisi dan memegang peranan
penting dalam pendidikan. Menjadi guru berdasarkan tuntutan pekerjaan adalah
suatu pekerjaan yang mudah, tetapi menjadi guru berdasarkan panggilan jiwa dan
tuntutan hati nurani adalah tidak mudah.[21]
Maka dapat disimpulkan bahwa guru ialah orang yang mengajari,
membimbing, dan mengayomi murid dengan penuh kesabaran demi tercapainya
prestasi murid. Kehadiran guru dalam proses pembelajaran merupakan peranan yang
sangat penting, peranan guru belum dapat digantikan oleh teknologi seperti
radio, tipe recorder, internet maupun oleh computer yang paling modern. Guru
mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam membina dan meningkatkan mutu
pendidikan anak didiknya.
Menyangkut dengan pendidikan yang menjadi salah satu unsur penting dalam
kemajuan siswa adalah guru yang betul-betul peduli terhadap anak didiknya dan
terampil merangkul terhubung dengan segala pembelajaran yaitu guru yang
menciptakan lingkungan yang nyaman sehingga anak didiknya senang belajar.[22]
Selain itu, guru juga mempunyai berbagai macam tugas diantaranya
membimbing, menasehati, dan memandu siswa. Hal itu dapat menjadi penolong bagi
sebagian anak untuk membantu mereka merasakan suasana aman, percaya diri, dan
memahami tujuan belajarnya.[23]
Kadang kala seseorang terjebak dengan sebutan
guru, misalnya ada sebagian yang mampu memberikan memindahkan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) kepada orang
lain sudah dikatakan sebagai guru. Sesungguhnya seorang guru bukanlah bertugas
itu saja, tetapi guru juga bertanggung jawab atas pengelolaan (manager of learning), pengarah (director of learning), fasilitator, dan
perencana ( the planner of future society).[24]
Menurut Syaiful Bahri Djamarah, peranan guru
sebagai pendidik, diantaranya sebagai korektor, inspirator, informator,
organisator, motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, demonsrator,
pengelola kelas, mediator, supervisor, dan evaluator.[25]
Adapun penjelasannya secara ringkas adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai
korektor, guru harus dapat membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang
buruk. Kedua nilai ini harus betul-betul dipahami dalam membimbing anak didik.
2.
Sebagai
inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar
anak didik, karena persoalan belajar adalah masalah utama bagi anak didik.
3.
Sebagai
informator, guru harus dapat memberikan informasi tentang perkembangan ilmu dan
teknologi, selain sejumlah sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran
yang terprogram dalam kurikulum.
4. Sebagai
Organisator, dalam hal ini guru memiliki kegiatan dalam mengelola akademik,
menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik dan sebagainya.
5. Sebagai motivator, guru hendaknya dapat
mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam memberikan
motivasi kepada siswa, guru dapat menganalisis motif-motif yang
melatarbelakangi anak didik yang malas belajar dan menurunnya prestasi di
sekolah.
6. Sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi
pencetus ide-ide kemajuan dalan pendidikan dan pengajaran.
7.
Sebagai
fasilitator, guru hendaknya menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan
ke guru hendaknya menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan
belajar anak didik.
8.
Peranan
guru yang tidak kalah pentingnya adalah pembimbing. Peranan ini harus lebih
dipentingkan, karena kehadiran guru di sekolah adalah membimbing anak didik
manusia yang cakap dan terampil. Tanpa bimbingan, anak didik akan mengalami
kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya. kesulitan dalam menghadapi
perkembangan dirinya.
9.
Sebagai
demonstrator dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat
dipahami oleh anak didik, untuk bahan pelajaran yang sukar dipahami anak didipahami anak didik, guru
harus berusaha membantunya dengan cara memperagakannya apa yang diajarkan
secara didaktis, sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman anak
didik.
10.
Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat
mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berkumpul semua anak
didik dalam rangka menerima pelajaran dari guru.
11.
Sebagai
mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang
media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya baik medis nonmaterial
maupun material.
12.
Sebagai
supervisor, guru hendaknya dapat membantu memperbaiki dan menilai secara kritis
terhadap proses pembelajaran.
13.
Sebagai
evaluator, guru dituntut untuk menjadi evaluator yang baik dan jujur, dengan
memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik kepada
setiap anak didik dalam proses pembelajaran.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan, guru
merupakan orang tua kedua siswa yang sangat berperan terhadap kualitas belajar
siswa. Guru sebagai pendidik mempunyai peranan sebagai korektor, inspirator,
informator, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing,
demonsrator, pengelola kelas, mediator, supervisor, dan evaluator. Guru dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing minimal ada dua fungsi,
yaitu fungsi moral dan fungsi kedinasan. Ditinjau secara umum, guru dengan
segala peranannya akan lebih menonjol fungsi moralnya. Oleh karena itu, guru
dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing juga diwarnai oleh
fungsi moral itu, yakni dengan wujud bekerja secara suka rela, tanpa pamrih dan
semata-mata demi panggilan hati nurani.[26]
Menurut Ngalim Purwanto, sikap dan sifat-sifat
guru yang baik adalah bersikap adil, percaya dan suka kepada murid-muridnya,
sabar dan rela berkorban, memiliki wibawa dihadapan murid, penggembira,
bersikap baik terhadap guru-guru lainnya, bersikap baik terhadap masyarakat,
benar-benar menguasai mata pelajarannya, suka dengan mata pelajaran yang
diberikannya dan berpengetahuan luas.[27]
5. Peranan
Konferensi Orang Tua-Guru dalam Peningkatan Mutu Belajar Anak
Pendidikan
adalah tanggung jawab bersama antara guru dan orang tua siswa. Ini suatu
kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa tanpa adanya kerjasama maka upaya
peningkatan mutu belajar tidak tercapai hasil yang optimal. Baharuddin dalam
hal ini mengatakan bahwa: “suatu kerjasama antara orang tua, pemerintah, guru,
dan masyarakat adalah suatu hal yang mutlak diperlukan dan sudah dapat
dipastikan bahwa tanpa adanya kerjasama ini, maka pendidikan tidak akan dapat
di selenggarakan dengan baik.”[28]
Guru
merupakan wakil dari orang tua mempunyai kewajiban mengisikan intelektual,
sikap, dan keterampilan anak di sekolah. Guru sebagai ibu/bapak tempat anak
mengadu, bertukar fikiran, memecah masalah, di samping itu guru juga memiliki
hak untuk menghukum, menasehati anak tatkala ia salah. Kesuksesan guru sebagai
pendidik di sekolah berkat kerjasama dengan orang tua, sebaliknya guru akan
sukar mendidik, membimbing, dan melatih anak di sekolah tanpa adanya kerjasama
dengan orang tua. Demikian pula para orang tua kan berhasil mendidik anaknya
bila bersenergi dengan guru-guru di sekolah.[29]
Zakiah
Darajat mengatakan bahwa kerjasama orang tua murid dengan guru terhadap
pendidikan anak antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Adanya
perhatian orang tua murid terhadap daftar nilai. Daftar nilai sebenarnya
laporan guru kepada orang tua tentang kemajuan serta didik mengenai pelajaran,
kelakuan dan kerajinannya. Dengan adanya pemberian daftar nilai akan tercipta
kerjasama yang baik antara orang tua murid dengan guru dalam memajukan
pendidikan anak di sekolah.
2.
Adanya
surat peringatan. Dengan pengiriman surat peringatan kepada peserta didik, maka
memberikan peluang kepada orang tua murid untuk datang ke sekolah dan menanyakan
permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan anaknya.
3.
Mengadakan
kunjungan kesekolah atau kerumah guru. Kunjungan orang tua murid ke sekolah
atau kerumah guru merupakan hal yang sangat positif dalam rangka peningkatan
mutu peserta didik. Di sekolah atau di rumah orang tua murid dengan guru dapat
menukar pikiran dalam rangka mendidik anak kearah kedewasaan.
4.
Mengadakan
pertemuan orang tua murid dengan guru. Pertemuan orang tua murid dengan guru
merupakan salah satu kerja sama yang sangat efektif dalam peningkatan
pendidikan anak, Karena denga adanya pertemuan tersebut dapat membicarakan dan
bahkan menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh peserta didik.
5.
Orang tua
murid denga dewan guru sama-sama memahami kebutuhan anak didik. Memahami
kebutuhan anak didik merupakan suatu hal yang sanagt penting, karena dengan
adanya pemenuhan keinginan anak didik, maka akan memudahkan dalam mengontrol,
mendidik dan merubah segala perilaku anak kearah kedewasaan.[30]
Dari
uraian diatas, maka dapat dipahami bahwa kerja sama orang tua dan pihak sekolah
sangat penting dalam rangka memajukan proses pendidikan anak didik. Semua
bentuk kerjasama tersebut sangat besar manfaat dan artinya dalam memajukan
pendidkan sekolah pada umumnya, dan anak didik khususnya.
1.
Adanya
perhatian orang tua murid terhadap daftar nilai.
Salah
satu bentuk kerjasama antara orang tua murid dengan guru yaitu adanya daftar
nilai atau sering dikenal dengan raport.Sebaiknya pembagian buku raport yang
dilakukan tiap semester, diselenggarakan melalui pertemuan antara orang tua
dengan para guru. Orang tua sedapat mungkin tidak mewakili kepada orang lain
dalam pembagian buku raport.
Dalam pertemuan ini,
kepala sekolah atau madrasah akan memberikan penjelasan-penjelasan kepada orang
tua murid tentang kegiatan belajar mengajar pada umumnya, khususnya tentang
mutu belajar pada umumnya, khususnya tentang mutu belaj pada umumnya, khususnya
tentang mutu belajar murid dan kelemahan-kelemahan yang perlu ditingkatkan oleh
para orang tua di rumah.
Muhammmad surya, menyebutkan bahwa “pengambilan
buku raport atau STTB sebagai laporan kemajuan belajar siswa akan lebih tepat
apabila dilakukan oleh orang tua secara langsung agar orang tua dapat
memperoleh penjelasan dari pihak sekolah. Selanjutya dapat dilakukan diskusi
untuk menetapkan langkah-langkah selanjutnya dalam kegiatan belajar mengajar.[31]
Dari
uraian dapat disimpulkan bahwa pembagian buku raport akan lebih efektif apabila
diserahkan langsung kepada orang tua, dalam pertemuan tersebut orang tua dapat
bermusyawarah langsung dengan guru tentang hal-hal penyebab menurunnya prestasi
belajar siswa dan sama-sama mencari jalan keluarnya.
2. Adanya surat peringatan.
Surat
peringatan merupakan surat yang dikeluarkan oleh sekolah untuk orang tua
mengenai permasalahan anaknya di sekolah. Dengan adanya surat peringatan dari
sekolah, memberikan peluang besar bagi orang tua untuk bertemu dengan para
guru. Orang tua dan guru dapat membahas permasalahan yang dihadapi siswa
misalnya menyangkut dengan kenakalan siswa, kelambanan belajar siswa, tingkat
kedisiplinan belajar siswa, dan lainnya.
Dalam menyampaikan masalah-masalah yang di
hadapi anak didik di
sekolah kepada orang tua, guru harus menjelaskannya dengan cara yang baik dan
jelas dengan cara bermusyawarah dengan orang tua dalam mencari
solusinya dan orang tua harus
bijaksana dalam menanggapi hal tersebut. Antara kedua belah pihak jangan saling
menyalahkan.
3. Mengadakan kunjungan kesekolah atau kerumah
guru.
Tanggung
jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya bukan hanya di rumah saja,
selebihnya orang tua lepas tangan tanpa mau tahu tentang hal anaknya disekolah.
Akan tetapi, orang tua juga mempunyai kewajiban mengontrol belajar anaknya di
sekolah salah satunya yaitu mengunjungi sekolah. Banyak orang tua yang enggan datang
ke sekolah anaknya di karenakan sibuk dengan pekerjaannya.
Kunjungan
orang tua ke sekolah bertujuan untuk meningkatkan hubungan yang harmonis antara
guru dan orang tua, dapat melahirkan sikap terbuka antara kedua belah pihak
dalam mendidik anak, melahirkan perasaan pada sekolah, bahwa orang tua bukan
hanya di rumah mengawasi dan mengontrol anaknya tetapi orang tua juga mempunyai
peranan penting di sekolah, terjadinya komunikasi dan saling memberi informasi tentang
keadaan anak serta saling memberikan petunjuk antara guru dengan orang tua.
4. Mengadakan pertemuan orang tua murid dengan
guru.
Di
antara banyak pertemuan emosional dan paling menantang dalam sejarah adalah
pertemuan yang lazim antara orang tua murid dan guru, karena dirumitkan oleh
banyaknya harapan, keinginan, kekhawatiran, dan sikap bertahan. Salah satu
kesulitan utama dalam konferensi orang tua murid dan guru adalah kemampuan
untuk saling mengenal dan terbiasa satu sama lainnya. Para guru mengatakan
bahwa orang tua menganggap semua yang disampaikan berkaitan dengan anak-anak
mereka akan dianggap sebagai serangan pribadi. Orang tua menyalahkan pada guru
karena terlalu banyak mengajar dan bukannya mendengarkan, terlalu banyak
menyalahkan dan bukannya memahami.[32]
Masalah
Konferensi yang dilaksanakan pada awal tahun ajaran dapat mencegah munculnya
sosial dan akdemis yang serius. Sejumlah sekolah dasar memulai praktek yang
sangat baik pada konferensi saat buku rapor pertama diterimakan.[33]
Menurut
John W. Santrock, untuk menghindari problem sejak awal, konferensi orang tua
dan guru pertama dapat dijadwalkan dalam dua minggu pertama masa sekolah
sehingga orang tua dapat mengajukan pertanyaan, keluhan, dan saran. Pada
pertemuan pertama ini guru mencari tahu tentang struktur keluarga murid, aturan
keluarga, peran keluarga, dan gaya belajar.[34] Dari penjabaran diatas, dengan
diselenggarakannya konferensi lebih awal, orang tua dan guru dapat berbagi
pengalaman dan pengetahuan mereka sejak lebih awal juga.
- Orang tua murid dengan dewan guru sama-sama memahami kebutuhan anak didik.
Semua orang tua menginginkan anaknya berhasil
dalam belajar. Hal itu tak akan terwujud tanpa adanya kerjasama yang baik
antara orang tua murid dengan para dewan guru. Orang tua mendidik anaknya di
rumah, dan di sekolah untuk mendidik anak diserahkan kepada sekolah, agar
berjalan dengan baik kerjasama antara kedua belah pihak maka harus ada dalam
suatu rel yang sama dalam memenuhi kebutuhan anak baik saat anak berada di
rumah atau di sekolah.
Setiap ada sesuatu hal yang dirasakan janggal pada diri anak
baik di rumah ataupun di sekolah, baik orang tua ataupun guru harus sesegera
mungkin untuk menanganinya dengan cara saling menginformasikan di antara orang
tua dan guru, mungkin lebih lanjutnya mendiskusikannya supaya bisa lebih cepat
tertangani masalah yang dihadapai oleh anak dan tidak berlarut-larut. Oleh
karena itu seperti apa yang tertulis di atas bahwa orang tua dan sekolah
merupakan satu kesatuan yang utuh di dalam mendidik anak, agar apa yang
dicita-citakan oleh orang tua atau sekolah dapat tercapai, maka harus ada
kekonsistenan dari kedua belah pihak dalam melaksanakan program-program yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Sutisna, beliau mengemukakan maksud hubungan
sekolah dengan masyarakat khususnya dengan orang tua yaitu sebagai berikut:
a.
Untuk
mengembangkan pemahaman tentang maksud-maksud dan saran-saran dari sekolah.
b.
Untuk
menilai program sekolah.
c.
Untuk
mempersatukan orang tua murid dengan guru dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
anak didik.
d.
Untuk
mengembangkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan sekolah dalam era
pembangunan.
e.
Untuk
membangun dan memelihara kepercayaan masayarakat terhadap sekolah.
f.
Untuk
memberitahu masyarakat tentang pekerjaan sekolah.
g.
Untuk
mengerahkan dukungan dan bantuan bagi pemeliharaan dan peningkatan program
sekolah.
Jika hubungan antara orang tua dan guru sudah
terjalin dengan baik dan harmonis, maka akan memberikan efek yang baik
diantaranya yaitu sebagai berikut:
1.
Sekolah
senantiasa menjalin komunikasi yang harmonis dengan orang tua.
2.
Sekolah
berusaha melibatkan para orang tua siswa dalam pelaksanaan program sekolah
3.
Prosedur-prosedur
untuk melibatkan para orang tua siswa dalam kegiatan-kegiatan sekolah
disampaikan secara jelas, dan dilaksanakan secara konsisten.
4.
Orang tua
di sekolah ini mempunyai kesempatan untuk mengunjungi sekolah guna
mengobservasi program pendidikan.
5.
Pada
pertemuan antara orang tua dengan sekolah, tingkat kehadiran orang tua siswa
tinggi.
6.
Ada
kerjasama yang baik antara guru dan orang tua sehubungan dengan pemantauan
pekerjaan rumah.
7.
Para guru
sering berkomunikasi dengan para orang tua siswa tentang kemajuan siswa, dan
menunjukkan bidang-bidang keunggulan dan kelemahannya.
8.
Orang tua
dilibatkan dalam pembuatan keputusan-keputusan di sekolah.[35]
Dari penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
hubungan antara guru dan orang tua siswa sangat berperan penting dalam
meningkatkan kualitas belajar siswa dan memberikan efek yang sangat penting
diantaranya: sekolah senantiasa menjalin komunikasi yang harmonis dengan orang
tua, sekolah berusaha melibatkan para orang tua siswa dalam pelaksanaan program
sekolah, prosedur-prosedur untuk melibatkan para orang tua siswa dalam
kegiatan-kegiatan sekolah disampaikan secara jelas, dan dilaksanakan secara
konsisten, orang tua di sekolah ini mempunyai kesempatan untuk mengunjungi
sekolah guna mengobservasi program pendidikan, pada pertemuan antara orang tua
dengan sekolah, tingkat kehadiran orang tua siswa tinggi, ada kerjasama yang
baik antara guru dan orang tua sehubungan dengan pemantauan pekerjaan rumah,
para guru sering berkomunikasi dengan para orang tua siswa tentang kemajuan
siswa, dan menunjukkan bidang-bidang keunggulan dan kelemahannya, orang tua
dilibatkan dalam pembuatan keputusan-keputusan di sekolah.
[1]Islahuddin, Peranan Kerja Sama Guru dan Orang Tua dalam Peningkatan Kemampuan
Membaca Al-Qur’an bagi Santri TPA Meugit
Sagoe, Skripsi pada Program
Sarjana Sekolah Tinggi Agama Islam(STAI) Al-Aziziyah, 2012, Tidak Diterbitkan.
[2]Muhammad Isa, Problema Tanggung Jawab
Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak di
Gampong Blang Weu Baroh Kecamatan Blang Mangat, Skripsi pada Program
Sarjana Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Aziziyah, 2012, Tidak Diterbitkan.
[3]Zainab, Peranan Kerja Sama Orang Tua Guru Dalam Meningkatkan Aktifitas Belajar
Anak (Studi Kasus di MAN Bandar Dua),
Skripsi pada Program Sarjana Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Aziziyah, 2011, Tidak
Diterbitkan.
[4]Syukur, laporan action
research, (Jakarta: Depdiknas, 2000), h. 4.
[5]Slameto, Belajar Dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Cet. IV, (Jakarta: Rhineka Cipta,
2003), h. 67.
[6]Hasbullah, Pengembangan
Belajar Pada Anak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 46.
[7]Slameto, Belajar Dan
Faktor-Faktor..., h. 51.
[8]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999), h. 253.
[9]Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran,(Jakarta:
Kencana, 2011), h.18.
[10]Wina Sanjaya, Perencanaan dan
Desain...,h. 18-19.
[11]T. Raka Joni, Pengelolaan Kelas dan Pengajaran, Cet II,
(Jakarta: BP3G, 2003), h. 65.
[12]M. Anton Moeliono, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Edisi II, (Jakarta Balai Pustaka, 1994), h. 449.
[13]Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005), h. 568.
[14]W. J. S Poerwandarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h.
688.
[15]Zakiah Daradjat, Pendidikan
Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), h. 71.
[16]Winarno Surachmad, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Depdikbud,
1993), h. 32.
[17]Muhammad Surya, Percikan Perjuangan Guru, (Semarang: Aneka
Ilmu, 2003), h.379.
[18]M. Nipan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga,
(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), h. 46-47.
[19]Abdur Rahmat, Kearifan Cinta
Sang Guru, (Bandung: Rineka Cipta, 2010), h. 19.
[20]Abu Bakar Aceh, Sejarah Hidup K. H.A. Wahid Hasyim, (Jakarta:
Titian Ilahi Press, 1994), h. 73.
[21]Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif: Suatu Pendekatan Teoretis Psikologis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 40.
[22]Munif Chatib, Gurunya Manusia, Cetakan III, (Bandung:
Kaifa, 2002), h. 125.
[23]Thomas Amstrong, The Best
School, Cetakan I, (Bandung: Kaifa, 2007), h. 200.
[24]Arifin HM, Kapita Selekta
Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara,1991), h. 163.
[25]Syaiful Bahri Djamarah, Guru
dan Anak Didik dalam Interaksi.., h. 43-48.
[26]Sadirman, A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2003), h. 140.
[27]Kunandar, Guru Profesional dan
Sukses dalam Sertifikasi, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010), h. 51.s
[28]Baharuddin M, Anak Putus
Sekolah dan Masalah Penanggulangannya, (Jakarta: Yayasan Kesejahteraan
Keluarga Pemuda 66, 1982), h. 415.
[29]Martinis Yamin, Paradigma Pendidikan Konstruktivistik, (Jakarta:
Gaung Persada Press, 2008), h. 208-209.
[30]Zakiah Daradjat, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 67.
[32]Dorothy Rich, Menciptakan
Hubungan Sekolah Rumah Yang Positif, (Jakarta: Indeks, 2008), h.36.
[33]Dorothy Rich, Menciptakan
Hubungan Sekolah..., h. 41.
[34]John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana,
2007), h. 99.
[35]Mulyasa, Implementasi..., h. 128-129.