PERAN ORANG TUA DALAM PENINGKATAN MUTU BELAJAR
Peranan adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling
berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu. Menurut Amran, peranan adalah
bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.[1]Dengan
demikian peranan dapat diartikan dengan sesuatu yang menjadi bagian atau yang
memegang pimpinan terutama dalam terjadinya pendidikan.
Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa
“orang tua berarti orang yang sudah tua, orang yang dianggap tua (seperti
cerdik, pandai) dalam kampong”.[2]
Menurut W. J. S Poerwandarminta, orang tua
yaitu orang yang dianggap tua dan mampu memberikan nasehat untuk anaknya dan
orang lain.[3]
Orang tua sangat berperan penting dalam
pendidikan anak. Peranan orang tua dalam pendidikan anak dilakukan atas dasar
tanggung jawabnya sebagai Pembina anak dalam lingkungan keluarga. Hal ini
menunjukkan orang tua sebagai pendidik utama dalam lingkungan keluarga. Zakih
Daradjat menyatakan bahwa “orang tua mempunyai kedudukan dalam keluarga dam
punya tanggung jawab penuh demi kelangsungan rumah tangga, harus mampu
memberikan segala kebutuhan hidup dan memberikan perlindungan kepada semua
anggota kelurga seperti pangan, sandang, dan pendidikan.”Pendidikan merupakan
hal utama dalam perhatian orang tua. Sehingga pendidikan anak dapat tumbuh
berkembang dan suatu hari nanti bila ia sudah dewasa dapat hidup mandiri.[4]
Pendidikan merupakan hal terbesar yang selalu
diutamakan oleh para orang tua. Saat ini masyarakat semakin menyadari
pentingnya memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anak mereka sejak
dini. Untuk itu orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam membimbing
dan mendampingi anak dalam kehidupan keseharian anak. Sudah merupakan kewajiban
para orang tua untuk menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga dapat
memancing keluar potensi anak, kecerdasan dan rasa percaya diri. Dan tidak lupa
memahami tahap perkembangan anak serta kebutuhan pengembangan potensi kecerdasan
dari setiap tahap.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang
pertama dan utama. Dalam kaitan ini Winarno Surachmad menyatakan sebagai
berikut:
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan
utama yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak, keluarga besar atau
kecil, keluarga miskin atau berada. Situasi keluarga tenang, damai, gembira, atau
kelurga yang sering cekcok, bersikap keras, ini semua akan mewarnai sikap anak.[5]
Keberhasilan pendidikan di suatu lembaga
pendidikan tidak hanya ditentukan oleh guru di sekolah, akan tetapi peranan
orang tua juga sangat menentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhammad Surya
bahwa:
Pihak yang paling langsung bersentuhan dengan
proses pelaksanaan pendidikan anak adalah keluarga dan sekolah. Dalam kenyataan
sering terjadi situasi saling menyalahkan satu dengan lainnya. Sekolah
menyalahkan orang tua dan sebaliknya orang tua menyalahkan sekolah. Sebenarnya
pihak-pihak terkait ini mempunyai tujuan yang sama yaitu mempersiapkan anak dan
generasi muda bagi perwujudan dirinya dimasa yang akan datang.[6]
Orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan
anaknya akan menyebabkan anak kurang berhasil dalam belajar. Hubungan tanggung
jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya, maka tanggung jawab pendidikan itu
pada dasarnya tidak bisa dipikulkan kepada orang lain. Namun untuk kesempurnaan
pendidikan secara utuh, orang tua juga perlu pelimpahan tanggung jawab
pendidikan anak pada orang lain, yaitu sekolah dan masyarakat. Mengasuh dan
mendidik anak merupakan tanggung jawab utama setiap orang tua. Karena bersama
orang tualah anak lebih banyak menghabiskan waktunya, bila dibandingkan dengan
lingkungan pendidikan lainya seperti lingkungan sekolah dan masyarakat.
Dari berbagai sumber dapat dikemukakan bahwa
peran paling penting dan efektif dari orang tua adalah menyediakan lingkungan
yang kondusif, sehingga peserta didik dapat belajar dengan tenang dan
menyenangkan. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua untuk membentuk
lingkungan belajar yang kondusif di rumah, antara lain sebagai berikut:
a.
Menciptakan
budaya belajar di rumah
b.
Memprioritaskan
tugas yang terkait secara langsung dengan pembelajaran sekolah. Jika banyak
kegiatan yang dilakukan anak, maka utamakan yang terkait dengan tugas
pembelajaran.
c.
Mendorong
anak untuk aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi sekolah, baik yang
bersifat kurikuler maupun ekstrakurikuler.
d.
Memberikan
kesempatan kepada anak untuk mengembangkan gagasan, ide, dan berbagai aktivitas
yang menunjang kegiatan belajar.
e.
Menciptakan
situasi yang demokratis di rumah, agar terjadi tukar pendapat dan pikiran
sebagai sarana belajar dan membelajarkan.
f.
Memahami
apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh sekolah dalam mengembangkan
potensi anaknya.
g.
Menyediakan
sarana belajar yang memadai, sesuai dengan kemampuan orang tua dan kebutuhan
sekolah.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua sangat
berperan dalam meningkatkan mutu pendidikan anaknya baik di sekolah di rumah.
Keberhasilan anak dalam dunia pendidikan sangat tergantung dari diri orang tua.
Orang tua yang memperhatikan pendidikan anaknya, akan menyebabkan anak gagal
dalam pendidikannya. Sebaliknya orang tua yang memperhatikan pendidikan
anaknya, maka anaknya akan berhasil dalam dunia pendidikan.
Selanjutnya, secara lebih mendetil M. Nipan Halim menambahkan, bahwa
tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anakya meliputi:
1.)
Menyelamatkan
fitrah, setiap anak yang terlahir ke dunia ini menurut ajaran islam telah
membawa fitrah islamiah. Maka setiap orang tua wajib menyelamatkannya dengan
usaha-usaha yang nyata. Selain berbekal fitrah islamiyah, manusia ditakdirkan
menjadi makhluk pelupa. Maka orang tua selaku pemegang amanah Allah SWT
berkewajiban mengingatkannya dan menghindari anaknya terjerumus ke dalam akhlak
Yahudi, Nasrani, Majusi atau lebih parah lagi berpaham Aithes.
2.)
Mengembangkan
potensi pikir anak. Setiap anak yang terlahir ke dunia ini pasti memiliki
potensi pikir tersendiri, potensi pikir inilah yang membedakan antara makhluk
Allah SWT yang bernama manusiaperlu dikembangkan melalui pendidikan. Sehingga
potensi yang ada tidak statis. Anak semakin hari akan berkembang ke arah
kedewasaan berfikir. Ia dapat menelaah, merenungi dan menghayati segala hal
yang dihadapi termasuk juga merenungisegala gejala alam ini.
3.)
Mengembangkan
potensi karsa anak. Bersamaan dengan potensi pikirdan potensi rasa yang
merupakan hidayah Allah SWT, setiap anak memilki pula potensi karsa atau
potensi kehendak. Potensi rasa dan potensi pikirkan menyuarakan sebuah kehendak
untuk bertindak. Potensi karsa sangat penting artinya bagi kehidupan anak, oleh
sebab itu orang tua dituntut untuk memenuhi kehendak anak melalui jalur
pendidikan dan tidak terjerumus kepada hal-hal negatif. Dengan berkembangnya
potensi karsa secara wajar dan mengandung nilai aqidah islamiah, maka anak akan
tumbuh dewasamenjadi insan yang bertakwa kepada Allah SWT.
4.)
Mengembangkan
potensi kerja anak. Potensi kerja anak hendaknya tidak dibiarkan statis, tetapi
harus diusahakan pengembangannya melalui pendidikan yang diupayakan orang tua
pada hakikatnya hanyalah mengembangkan dan memberdayakan potensi kerja yang
sudah ada. Orang tua tidak perlu memaksakan pilihan pekerjaan kepada anak.
Orang tua cukup mengarahkan bakat kerja mereka. Pemaksaan terhadap anak akan
dapat menimbulkan kecelakaan pada masa depan anak.
Mengembangkan potensi sehat pada anak. Kesehatan anak
merupakantanggung jawab orang tua untuk mendidik anakya menjadi generasi yang
sehat dan mampu melaksanakannya sebagai hamba Allah SWT. Orang tua memberikan
pendidikan tentang kesehatan kepada anaknya, seperti kesehatan jasmani berupa
olahraga secara teratur dan menjaga kebersihan.[7]
[1]M. Anton Moeliono, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Edisi II, (Jakarta Balai Pustaka, 1994), h. 449.
[2]Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005), h. 568.
[3]W. J. S Poerwandarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h.
688.
[4]Zakiah Daradjat, Pendidikan
Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), h. 71.
[5]Winarno Surachmad, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Depdikbud,
1993), h. 32.
[6]Muhammad Surya, Percikan Perjuangan Guru, (Semarang: Aneka
Ilmu, 2003), h.379.
[7]M. Nipan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga,
(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), h. 46-47.