PENGEMBANGAN EKONOMI SANTRI DAYAH SALAFI



Selama ini yang terjadi dalam kehidupan masyarakat adalah ketika seorang alumni dayah kembali ke masyarakat, dia hanya memiliki keahlian dalam pengetahuan agama. Hal ini menyebabkan lemahnya sumber perekonomian para santri alumnus dayah. Program pemberdayaan ekonomi harus diupayakan lewat pengembangan keterampilan life skill. Pengembangan sentra-sentra usaha di dayah tidak hanya bermanfaat bagi santri dan dayah itu sendiri, tapi juga masyarakat di sekitarnya. Seandainya dayah mampu mengembangkan unit usaha dan jaringan bisnis, maka dengan sendirinya dayah akan memiliki sumber pendapatan dan pada gilirannya dengan kemampuan ilmu agama yang mumpuni dan keahlian yang cukup santri diharapkan dapat menjadi sebagai agent of change dalam masyarakat. Efektifitas pesantren untuk menjadi agent of change sebenarnya terbentuk karena sejak awal keberadaanya pesantren juga menempatkan diri sebagai pusat belajar masyarakat, community learning centre.
Beranjak dari fenomena yang terjadi dalam lingkungan pesantren/ dayah pada masa sekarang ini, dimana ada sebagian dayah di Aceh lebih banyak menggantungkan harapan bantuan pada pemerintah untuk mengembangkan dan membantu roda pendidikan yang digalakkan, baik itu bantuan materil/ fisik seperti membangun asrama bagi santri dan balai pengajian ataupun dalam bentuk kitab-kitab sebagai rujukan bagi santri dalam mengembangkan ilmunya. Hal ini disebabkan karena pemerintah belum memprioritaskan program pemberdayaan ekonomi ataupun pengembangan life skill  dalam lingkungan pesantren/ dayah, sehingga ada sebagian dayah di Aceh yang hanya menunggu uluran tangan dari pihak lain. 
Keadaan seperti ini merupakan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh komunitas dayah dan juga pemerintah daerah agar dayah kedepan akan menjadi lebih mandiri dan santri juga lebih kreatif. Untuk mengembangkan perekonomian dayah khususnya para santri, maka diperlukan reaksi dari berbagai pihak agar program tersebut tidak hanya sebatas wacana saja, akan tetapi dapat direalisasikan. Selanjutnya apa yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan semua itu. 



Peranan Pemerintah Dalam Menggali Potensi Perekonomian Dayah dan  Santri.
            Pada umumnya, pesantren/ dayah terletak di daerah pesisir pendesaan yang memiliki potensi perekonomian yang sangat besar untuk diberdayakan, baik itu di bidang pertanian, peternakan, perkebunan, pertukangan, dan keterampilan lainnya. Danial S.Ag, M.Ag mengatakan, untuk mengembangkan perekonomian dayah khususnya para santri, terlebih dahulu pemerintah daerah harus memperhatikan kultur lingkungan tempat dayah tersebut berada, sehingga potensi yang telah ada dapat ditingkatkan dan diberdayakan yang pada akhirnya tumbuh berkembang dan menjadi tumpuan perekonomian bagi dayah itu sendiri. Sedangkan santri, mereka telah memiliki keterampilan di bidang lain yang dapat dikembangkan dalam masyarakat.
            Ketertinggalan perekonomian dayah berakar pada keterbatasan akses permodalan dan kultur yang tidak kondusif. Atas dasar itulah pemerintah daerah harus mengupayakan pemberdayaan modal usaha dan pemanfaatan potensi dayah yang di miliki. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara membentuk koperasi pesantren (kopentren) dan pelatihan life skill bagi santri. Selain medatangkan keuntungan bagi lembaga pesantren/ dayah, Kopentren juga medidik anggotanya untuk membina kerjasama yang terorganisir. Ancaman tidak berkembangnya koperasi dalam lingkungan dayah bisa di bilang tidak ada, karena kultur dayah terikat dengan pimpinannya (Guru besar/ Abu). Apabila Abu menyarankan para santrinya untuk membeli segala kebutuhan sehari-hari pada kopentren, maka tidak ada dari santri yang berani melanggarnya. Kultur inilah yang dapat dijadikan pemerintah sebagai acuan untuk membentuk dan mengembangkan koperasi dalam lingkungan pesantren/ dayah.
Selanjutnya juga dapat diteruskan dengan memberikan pelatihan life skill bagi santri seperti pelatihan komputer, bahasa Arab dan Inggris, forniture, kaligrafi, mendaur ulang sampah, home industri, menjahit bagi santriwati atau lain sebagainya yang meliputi bidang pertanian, perternakan, perkebunan, dan pertukangan. Pelatihan life skill tersebut dimaksudkan untuk pemberdayaan ekonomi dan peningkatan kualitas santri dalam bidang ilmu lain selain ilmu agama yang merupakan pendidikan wajib di dayah. Hal ini sebagaimana yang telah dilakukan oleh Pesantren Istiqomah di Trenggalek yang berupaya untuk meningkatkan kualitas ekonomi bagi santrinya. Pesantren ini menyisihkan waktu 5 jam perhari bagi para santri untuk bekerja secara efektif diproduksi alat-alat rumah tangga seperti membuat meja dan kursi, menjahit bagi santriwati, serta dalam bidang pertanian dan peternakan. Setelah bekerja 5 jam tersebut, barulah para santri belajar agama sebagaimana umumnya.
Semua program ini bertujuan untuk mengembangkan perekonomian dayah pada umumnya dan peningkatan kualitas santri agar memiliki keahlian dalam bidang lain. Sehingga mereka dapat hidup mandiri dalam masyarakat setelah keluar dari dayah, bahkan mereka juga dapat menjadi agent of change dalam masyarakat dengan ilmu agama yang mumpuni dan keterampilan di bidang lain yang mungkin dapat membuka/ memberikan lapangan kerja bagi masyarkat.

Komunitas Dayah Sebagai Agent of Change Pengembangan Ekonomi Santri.
Dalam pertemuan dan musyawarah antar komunitas Dayah se-Aceh menghasilkan satu keputusan yaitu untuk mendirikan sebuah lembaga yang diberi nama “Yayasan Dayah Bersaudara (YADARA)” yang kemudian dideklarasikan pada tanggal 26 November 2006 di Dayah Babussalam Al-Aziziyah Jeunieb, Kabupaten Bireuen. Yadara merupakan suatu lembaga yang beranggotakan para alumnus dayah dan juga para santri yang masih aktif didayah. Lembaga inilah yang mencetuskan program “Dayah Sejuta Saham” dengan konsep dasar ”Membangun Kekompakan melalui Kekuatan Ekonomi Bersama”. Dengan harapan kesuksesan, program ini dapat menghilangkan ketergantungan dayah pada pihak lain dan dapat melahirkan generasi masa depan (didikan para ulama) memiliki kekuatan dan kemampuan untuk mewarnai segala bidang dan tingkat kehidupan ummat.
Yayasan dayah bersaudara (Yadara) bertujuan untuk mejalin silaturrahmi dan persaudaraan antar komunitas dayah dan memberikan solusi ekonomi yang terlepas dari praktek ribawi serta menciptakan sumber modal bagi lembaga ekonomi dayah, balai pengajian dan anggota dalam institusi tersebut lewat sebuah sistem yang saling menguntungkan yang seterusnya dapat menghilangkan ketergantungan dunia ulama dan komunitas dayah kepada pihak lain. Untuk mencapai tujuan dalam rangka kemandirian, kewirausahaan dan persaudaraan, Yadara memprioritaskan untuk melakukan kegiatan ekonomi produktif, pelatihan SDM secara continue, dan membina kerja sama dengan berbagai pihak untuk pengembangan aktivitas Yadara. Sedangkan langkah-langkah yang ditempuh oleh Yadara untuk merealisasikan program ”Dayah Sejuta Saham” antara lain dengan:
  1. Mensosialisasikannya ke seluruh dayah yang ada di Aceh.
  2. Meregristrasi anggota.
  3. Merealisasi modal dengan menjual saham (Nilai 1 saham = Rp. 10.000, jumlah total saham 1.000.000 x Rp. 10.000 = 10.000.000.000/ Rp. 10 M).
  4. Membentuk dewan ekonomi.
Tgk. Bukhari Hanafiah, salah satu pengurus teras Yadara di dayah MUDI MESRA Samalanga mengatakan, jumlah saham sekarang yang terkumpul adalah Rp.1.054.379.500,- dari 2.700 orang pemilik saham, dan jumlah dewan investasi dari seluruh Aceh sebanyak 24 orang. Ketika disinggung bagaimana pembagian hasil keuntungan; secara lugas beliau mengungkapkan bahwa 60 % dari keuntungan untuk pemilik saham, 30 % untuk sosial keagamaan, dan 10 % lagi untuk karyawan Yadara. Beliau juga mengatakan bahwa sekarang telah didirikan pabrik air minum Yadara di Batee Iliek, Kec. Samalanga, Kab. Bireuen yang direncanakan pengoperasiannya pada pertengahan bulan Mei 2008.
Dilihat dari tujuan dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan serta sistem bagi hasil yang peduli ummat, dapat disimpulkan bahwa Yadara benar-benar ingin mengembangkan perekonomian dayah khususnya santri dan juga masyarakat luas. Dan menciptakan suatu perubahan besar pada kultur dayah sekarang menjadi lebih baik, mandiri, bermartabat, dan tidak terikat. Semua ini dilakukan agar dayah tidak lagi menggantungkan harapan bantuan dari kebijakan pemerintah yang terkesan lamban. Karena ketergantungan tersebut akan berimbas kepada terkikisnya wibawa dan marwah para ulama. Selain itu, Yadara juga mengupayakan pelatihan peningkatan kualitas life skill santri dalam bidang lain. Hal ini dimaksudkan agar santri juga dibekali dengan keterampilan lain yang dapat meningkatkan taraf perekonominannya ketika keluar dari dayah dan kembali ke masyarakat. Yadara juga membuka diri bagi santri untuk bergabung pada program ”Dayah sejuta Saham” dengan membeli saham yang ditawarkan, sehingga mereka juga dapat menikmati keuntungannya di kemudian hari.     
Kehadiran Yadara dalam lingkungan dayah di Aceh sekarang ini telah mewarnai kembali peranan dayah sebagai satu-satunya lembaga pendidikan tertua di Aceh bahkan di Indonesia yang mampu mengayomi ummat dalam segala aspek kehidupan dan memposisikan diri sebagai agent of change dalam kehidupan masyarakat. Sebelum masyarakat mengenal Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ataupun berbagai fakultas ekonomi dari perguruan tinggi lainnya yang mendidik dan melahirkan ahli-ahli perekonomian dalam bidangnya masing-masing, maka masyarakat Aceh sudah dikenal sebagai pedagang di seluruh pelosok nusantara bahkan sampai keluar negeri. Sultan Malikul Dhahir (1297-1326) adalah sultan pertama Aceh yang membuka hubungan dagang dan menjalin kerjasama perdagangan dengan luar negeri. Sejarah juga membuktikan bahwa islam tersebar keseluruh penjuru dunia karena di bawa oleh pedagang-pedagang dari Arab. Begitu juga islamnya orang Fatani (Thailand) karena di bawa oleh para pedagang yang berasal dari Aceh. Padahal pada masa itu hanya dayah satu-satunya lembaga pendidikan yang berkembang di Aceh, akan tetapi walau dengan sangat sederhana dan tidak didukung oleh disiplin ilmu seperti sekarang ini, dayah mampu melahirkan sarjana-sarjana ekonomi handal yang tidak berijazah resmi.

Kesimpulan
            Pesantren/ dayah adalah satu-satunya lembaga pendidikan yang tertua di Aceh dan Indonesia pada umumnya. Dayah telah banyak melahirkan santri-santri yang mampu dalam segala bidang yang kemudian menjadi tokoh-tokoh nasional yang ikut berpartisipasi aktiv dalam pembangunan masyarakat dan bangsa, baik pada masa perjuangan merebut kemerdekaan dari penjajahan kolonial Belanda dan Jepang maupun pada masa reformasi sekarang ini. Kemandirian dayah dalam mendidik para santri telah berhasil menciptakan kader-kader bangsa yang siap menjadi tumpuan bagi masyarakat, baik dalam membina moralitas masyarakat dengan ilmu agama yang mumpuni maupun pengembangan perekonomian masyarakat kecil dengan keterampilan dan keahlian di bidang lain yang dimiliki, sehingga mereka menjadi agent of change dalam kehidupan masyarakat. Apabila kemandirian dayah tersebut didukung oleh kepedulian pemerintah yang setara dengan lembaga pendidikan lain, maka dapat dipastikan santri lulusan dayah dapat lebih maju dan lebih berkembang dalam membantu pembangunan bangsa dan menciptakan masyarakat yang madani.

Salam dari saya!!!

KULIT WAJAH ANDA KUSAM
ANDA AKAN MENEMUKAN SOLUSINYA DENGAN:
KLIK DISINI

Popular posts from this blog

Macam-Macam Amtsal dan Contohnya

Langkah-Langkah Penggunaan Media Gambar dalam Pembelajaran

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TANAMAN SAWI