METODE KRITIK DALAM EPISTIMOLOGI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Metode Kritik
Pengertian metode kritik menurut Mujammil Qomar adalah “usaha
menggali pengetahuan tentang pendidikan Islam dengan cara mengoreksi
kelemahan-kejemahan suatu konsep atau aplikasi pendidikan, kemudian menawarkan
solusi sebagai alternative pemecahannya”[1].
Metode kritik merupakan suatu metode dalam memperbaiki kelemahan suatu konsep
dan menyelesaikannya hingga sempurna. Dengan demikian, dasar atau motif
timbulnya kritik bukan karena adanya kebencian, melainkan karena adanya
kejanggalan-kejanggalan atau kelemahan-kelemahan yang harus diluruskan.
B. Landasan Metode Kritik
Metode kritik sebenarnya sudah ada sejak asal mula
manusia diciptakan oleh Allah SWT. Hal ini terlihat jelas dalam Al-Qur’an
ketika Malaikat dan Iblis mengkritik Tuhannya. Firman Allah SWT dalam Surat
Albaqarah ayat 30:
øÎ)ur tA$s% /u
Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9
ÎoTÎ)
×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$#
ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã
$pkÏù
à7Ïÿó¡our
uä!$tBÏe$!$#
ß`øtwUur
ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2
â¨Ïds)çRur y7s9
( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB
w
tbqßJn=÷ès?
Artinya: Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah memerintahkan
kepada kita untuk menggunakan kritik terhadap suatu konsep atau ide-ide untuk
menemukan kebenaran dan mengkritik dengan tidak menggunakan amarah semata,
tetapi hanya untuk menemukan dan mencari kebenaran. Dalam ayat di atas jelas
bahwa konsep Allah SWT lebih kuat daripada pertanyaan malaikat, dan malaikat
membenarkan apa yang dikritiknya. Hal ini menunjukkan bahwa kebenaran adalah
hal utama dalam proses kritik.
Dalam ayat lain juga Allah memerintahkan kepada
manusia agar menggunakan metode kritik tanpa hawa nafsu, hal tersebut dapat
kita temukan dalam Al-Qur’an Surat Syaad ayat 6:
t,n=sÜR$#ur
_|yJø9$#
öNåk÷]ÏB
Èbr& (#qà±øB$#
(#rçÉ9ô¹$#ur #n?tã
ö/ä3ÏGygÏ9#uä ( ¨bÎ)
#x»yd
ÖäóÓy´s9
ß#tã
Artinya: Hai
Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka
berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang
berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
Ayat di atas menunjukkan bahwa dalam memutuskan
suatu perkara di dunia ini hendaknya menggunakan keputusan bersama dan
keputusan yang adil dengan tanpa menggunakan hawa nafsu semata. Dan hal ini
akan dapat mendapat rahmat dari pada Allah SWT.
Dalam ayat lain yang menjadi landasan metode
kritik adalah ketika Iblis mengkritik Allah ketika Allah menyuruh Iblis untuk
bersujud kepada nenek moyangnya manusia yaitu Nabi Adam. Hal tersebut terlihat
jelas dalam Surat Al-Israa ayat 60:
øÎ)ur $uZù=è% Ïpx6Í´¯»n=yJù=Ï9
(#rßßÚó$# tPyKy
(#ÿrßyf|¡sù
HwÎ)
}§Î=ö/Î) tA$s% ßßÚór&uä
ô`yJÏ9
|Mø)n=yz
$YZÏÛ
Artinya: Dan
(ingatlah), tatkala Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu
semua kepada Adam", lalu mereka sujud kecuali iblis. Dia berkata:
"Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?"
Dalam ayat ini terlihat jelas bahwa Iblis
tidak mau menerima konsep yang lebih rendah dari dirinya. Iblis mengagungkan
dirinya sebagai makhluk yang lebih tinggi daripada manusia yang diciptakan
dengan tanah. Sehingga Iblis tidak menerima konsep Allah yang mengatakan bahwa
Adam dan keturunannya adalah makhluk yang paling mulia bila beriman dan paling
buruk bila tidak beriman kepada Allah.
Dan ayat-ayat di atas menjadi bukti bahwa metode
kritik merupakan metode yang diajarkan dalam al-Qur’an dan diajarkan pada
ketika umat manusia diciptakan. Dan landasan ini menurut penulis, merupakan
landasan yang kuat dalam mendasari metode kritik. Bila kita telusuri lebih
dalam, maka kita akan menemukan teori-teori al-Qur’an yang mengajarkan metode
kritik kepada kita.
[1] Mujammil qomar, Epistimologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga,
2005), hal. 350.