Fungsi Meunasah Dalam Pembinaan Generasi Muda


Dalam pembangunan generasi muda muslim di Aceh agar mampu membangun sebuah masyarakat muslim yang tangguh, syarat pertama dan utama adalah mereka harus mempelajari dan memahami islam secara keseluruhan. Hal ini dipertegas oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat al- Baqarah ayat 208 :

ﻴﺄﻴﻬﺎ ﺍﻠﺬﻴﻦ ﺃﻤﻨﻮﺍ ﺃﺪﺨﻟﻮﺃ ﻔﻰ ﺍﻠﺴﻠﻢ ﻜﺍﻔﺔ ﻮﻻ ﺘﺗﺒﻌﻮﺍ ﺨﻄﻮﺍﺖ ﺍﻟﺸﻴﻄﺍﻦ ﺇﻧﻪ ﻠﻜﻢ ﻋﺪﻮ ﻤﺒﻴﻦ (ﺁﻠﺑﻘﺮﺓ٢٠٨)


Artinya :Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam islam secara kaffah, dan janganlah kamu menuruti langkah- langkah syetan. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (QS. Al-Baqarah :  208)

Pembentukan generasi muda muslim yang tangguh memerlukan proses pembentukan umat menuju umat yang terbaik melalui pembentukan kepribadian dan pembentukan semangat berjamaah”. Pembentukan kepribadian sangat penting untuk menciptakan pembentukan karakter iman dan pembentukan karakter taqwa serta islamisasi kehidupan. Begitu pula dengan Pembentukan semangat berjamaah yang bertujuan untuk memegang teguh pada tali Allah, tidak berpecah belah, menciptakan persatuan dalam ukhuwah islamiyah.

Ismail yakob mengatakan bahwa :
Bagi masyarakat Aceh meunasah memiliki multi fungsi tetapi secara esensial terdapat dua fungsi; fungsi keagamaan dan kemasyarakatan, seperti tempat upacara keagamaan, penerimaan zakat serta tempat penyalurannya, penyelesaian perkara agama, musyawarah dan menerima tamu; kedua, sebagai lembaga pendidikan dimana secara mendasar disajikan tentang tata cara membaca al-Qur'an serta pengetahuan dasar agama lainnya.


Jadi, kedua fungsi meunasah tersebut berjalan secara terintegrasi. Pada sisi lain masih banyak fungsi sosial-kemasyarakatan yang mengindikasikan bahwa meunasah menjadi milik dan kebanggaan masyarakat Aceh.

1.      Sarana Tempat Ibadah

Banyak sekali fungsi yang dapat dijalankan dimeunasah antara lain meunasah sebagai lembaga peribadatan, memiliki fungsi sebagaimana tempat ibadah berarti menempatkan meunasah sebagai fungsi mushalla, rumah ibadah, tempat untuk mengabdi pada Allah, atau tempat untuk bersujud, pada realitas lapangan bergantung pada Teungku Meunasah sebagai Imam Meunasah. Biasanya masyarakat gampông dapat maksimal memanfaatkan meunasah untuk tempat ibadah (seumayang) saat matahari terbenam (maghrib) setelah pembantu teungku memukul tambô (bedug) kemudian masyarakat berbondong-bondong menuju meunasah. Juga pada bulan puasa, shalat dilakukan secara teratur, tepat pada waktunya di waktu malam menjelang tarawih. Namun Snouck menambahkan bahwa shalat Jum’at tidak pernah dilaksanakan di meunasah sebagaimana juga di Jawa tidak dilakukan di langgar.

2.      Sarana Tempat Musyawarah

“Meunasah sebagai lembaga musyawarah rakyat, artinya desa (gampông) dalam struktur masyarakat di Aceh sebagai kedudukan terbawah dan para penghuni gampông pada saat pemerintahan Aceh” Darussalam masih jaya dapat memanfaatkan meunasah sebagai lembaga musyawarah, baik dalam forum pengangkatan Keuchik dan jabatan lain maupun musyawarah lainnya, sehingga masyarakat Aceh menempatkan meunasah sebagai badan sentral pengendalian pemerintah gampông.

3.      Sarana Tempat Pendidikan

“Dulunya fungsi meunasah sebagai lembaga pendidikan (pengajian) atau madrasah”. Berarti fungsi meunasah yang diampu oleh Teungku Meunasah adalah menyelenggarakan pengajaran (pengajian) pada generasi muda dan generasi dini (anak usia 6-8 tahun) masyarakat gampông (desa) yang berupa membaca dan menulis huruf Arab, membaca al-Qur’an, cara beribadat, rukun Islam, rukun Iman, dan diajarkan pula Kitab Perukunan, Risalah Masailal Muhtadin.

“Upaya mendidik sebagai bentuk pendekatan kultural tersebut dapat dilakukan dengan mengandalkan institusi agama yang telah ada di masyarakat”. seperti halnya masyarakat Aceh yang memiliki meunasah sebagai institusi agama. Meunasah yang pada umumnya hampir ada di setiap gampong dapat menjadi andalan utama dalam mematangkan pelaksanaan syariat di masyarakat.
Di Aceh dulunya Sekolah dasar bagi seluruh rakyat dipusatkan di Meunasah yang dipimpin oleh teungku meunasah. Pelajaran yang diajarkan di meunasah biasanya yang berkenaan dengan fardhu ain, seperti cara baca Alquran, cara shalat, akhlak dan lain-lain.
Jadi, meunasah dapat dijadikan sebagai tempat dalam merealisasikan suatu program pendidikan dan penyuluhan.

4.      Posko Generasi Muda

Pada kehidupan masyarakat Aceh, “meunasah masa kejayaan Aceh adalah sebagai sentral-lini (pusat komando) pengendalian tata kehidupan masyarakat gampông”. Sebagai pilar budaya meunasah memiliki ciri khas yang membedakan bangunan ini dengan rumah tradisional (rumah kediaman), tetapi karena bukan rumah maka tidak memiliki jendela, tidak ada lorong dan sekat-sekat, karena tempatnya yang demikian meunasah saat itu bisa digunakan sebagai tempat menginap bagi kaum laki-laki yang sudah akil baligh, sebagai tempat menginap tamu yang tinggal di suatu gampông lain, atau juga pria dewasa yang belum menikah, yang menjadi ciri khas dalam masyarakat Aceh untuk membedakan antara pria yang sudah menikah dengan yang masih bujangan.

5.      Sarana Tempat Kesenian

Menurut Hasbullah meunasah juga difungsikan sebagai “lembaga kesenian Islam dan hiburan.” Beberapa fenomena yang nampak di masyarakat Aceh, terdapat kebiasaan menyanyikan ratéb saman, menurut Snouck (ratib samman sesuai dengan nama wali (aulia) yang hidup beberapa abad lalu di Madinah), juga pemukulan tambô secara ritmis dan berirama, yang lain juga ada pulet, rebana atau rapa’i yang pada umumnya dimainkan malam Jum’at setelah acara inti ibadah. Jumpa dijumpai kesenian seperti dalail khairat, meusifeut, ratéb duek dan sebagainya.

6.      Forum Asah Terampil

Hasballah juga mengatakan bahwa “meunasah dahulu biasanya juga dijadikan pusat belajar ilmu karate atau silat. Dan meunasah juga dijadikan sebagai ajang musabaqah tilawatil qur’an yang merupakan tempat asah terampil masyarakat sekitar desa”. Dan masih banyak fungsi meunasah yang secara historis dapat digunakan multi fungsi yang mencakup semua aspek kehidupan antara lain sebagi tempat menginap musafir, tempat transaksi jual beli, tempat mahkamah damai atau mendamaikan jika ada warga masyarakat gampông yang bertikai, tempat berzikir, berdo’a, tempat praktek tarekat (suluk) dan sebagainya.

Popular posts from this blog

Macam-Macam Amtsal dan Contohnya

Langkah-Langkah Penggunaan Media Gambar dalam Pembelajaran

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TANAMAN SAWI