BAB II D. Perpustakaan Di Dunia Pendidikan Islam
"Iqra’
atau perintah membaca, adalah kata pertama dari wahyu pertama yang diterima
oleh Nabi Muhammad saw."[1]
Kata ini sedemikian pentingnya sehingga diulang dua kali dalam rangkaian wahyu
pertama. Mungkin mengherankan bahwa perintah atau amaran tersebut ditujukan
pertama kali kepada seseorang yang tidak pernah membaca suatu kitab sebelum
turunnya Al-Quran, bahkan seorang yang tidak pandai membaca dan menulis suatu
tulisan sampai akhir hayatnya. Namun, keheranan ini akan sirna jika disadari arti
iqra’ dan disadari pula bahwa perintah ini tidak hanya ditujukan kepada pribadi
Nabi Muhammad saw semata-mata, tetapi juga untuk umat manusia sepanjang sejarah
kemanusiaan, karena realisasi perintah tersebut merupakan kunci pembuka jalan
kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.
"Pendidikan
dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju taklif
(kedewasaan), baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi
kemanusiaan yang diembannya sebagai khalifah."[2] Karenanya,
fungsi utama pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik (akademik) dengan
kemampuan dan keahlian (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan
dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat.
Dalam lintasan sejarah
peradaban islam, peran pendidikan ini benar-benar bisa dilaksanakan pada
masa-masa kejayaan Islam. Hal ini dapat kita saksikan, di mana pendidikan
benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban Islam menjadi
peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang Jazirah Arab, Asia
Barat hingga Eropa Timur. Perpustakaan tersebar diseluruh jazirah. Pendidikan
islam menjadi kiblat seluruh ummat.
Perhatian agama
Islam terhadap Ilmu Pengetahuan sudah dimulai sejak masa permulaan nubuwwah
Nabi Muhammad SAW. Hal ini ditandai dengan diturunkannya al-Qur’an Surat al-Alaq
yang bunyinya :
إقرأ باسم ربك الذى خلق ٬خلق الانسان من علق،
إقرأ ﯠﺮﺒﻚ ﺍﻷﻜﺮﻢ ، ﺃﻠﺬﯼﻋﻠﻢ ﺑﺎﻠﻗﻠﻢ، ﻋﻠﻢ ﺍﻷﻧﺴﺎﻥ ﻤﺎ ﻠﻢ ﻴﻌﻠﻢ
Artinya "Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam (pena), Dia mengajar kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya."[3]
Dengan Al-Qur’an (
pena ) yang disebutkan dalam Al-‘Alaq tersebut maka manusia merumuskan buah
fikirannya dan menyatakan pendapatnya. Dengan pena seorang Kepala Negara dapat
menyatakan perang dan dapat menyatakan perdamaian. Buah pikiran yang dirumuskan
dalam bentuk tulisan inilah yang terdapat di dalam buku-buku yang terdapat di
dalam perpustakaan. Firman Allah dalam Al-qur’an Surat Ali imran ayat 191
menyatakan :
ﺁﻠﺬﻳﻦ ﻴﺬﻜﺮﻮﻦ ﺁﻠﻠﻪ ﻘﻴﻤﺎ ﻭﻘﻌﻮﺪﺍ ﻭﻋﻠﻰ ﺠﻧﻮﺒﻬﻢ
ﻮﻴﺘﻔﻜﺮﻮﻦ ﻓﻰ ﺨﻠﻖ ﺁﻠﺴﻤﻮﺍﺖ ﻮﺍﻷﺮﺽ ﺮﺑﻧﺎ ﻤﺎ ﺨﻠﻘﺖ ﻫﻨﺍ ﺒﻂﻼ ﺴﺑﺤﻨﻚ ﻔﻗﻨﺎ ﻋﻧﺍﺐ ﺁﻠﻨﺎﺮ
Artinya : "(Yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."[4]
Ayat di atas
menunjukkan perintah untuk meneliti apa saja yang telah dikaruniakan oleh Allah
SWT kepada manusia. Dan penelitian memerlukan alat bantu yang dinamakan dengan
kitab-kitab petunjuk atau buku-buku ilmu pengetahuan yang mengarahkan
penelitian. Maka dalam pandangan islam perpustakaan adalah merupakan sebuah kebutuhan
bagi para thaliban (mahasiswa) dalam menggali dan memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi beserta isinya untuk dapat mengetahui kekuatan dan kekuasaan
Allah SWT.
Perintah membaca
merupakan perintah yang paling berharga yang dapat diberikan kepada umat
manusia. Karena, membaca merupakan jalan yang mengantar manusia mencapai
derajat kemanusiaannya yang sempurna. Sehingga, tidak berlebihan bila dikatakan
bahwa membaca adalah syarat utama guna membangun peradaban. Ilmu, baik yang kasbiy
(acquired knowledge) maupun yang ladunniy (abadi, parennial),
tidak dapat dicapai tanpa terlebih dahulu melakukan qira’at- bacaan dalam
artinya luas.
Di kala Nabi
Muhammad SAW harus memusatkan perhatiannya untuk melawan serangan-serangan
Kafir Quraisy, sedetikpun beliau tidak pernah alpa terhadap kemajuan ilmu
pengetahuan. "Tawanan- tawanan perang Badar dibebaskan, apabila
mereka dapat mengajarkan tulis baca bagi 10 orang anak muslim."[5]
"Nabi Muhammad SAW mempunyai niat yang mulia yakni
memelihara Ilmu Pengetahuan dan Kesusastraan. Sarjana-sarjana
Islam mendirikan Perpustakaan Islam, Perpustakaan Masjid, Perpustakaan
Madrasah, Perpustakaan Perguruan Tinggi, dan Perpustakaan Pesantren."[6]
Dalam islam semua
sependapat bahwa perpustakaan merupakan barometer kemajuan suatu bangsa,
artinya maju dan mundurnya suatu bangsa dapat dilihat dari perpustakaannya.
Telah menjadi keyakinan umum bahwa membaca itu adalah suatu hal yang baik. "Membaca
akan membawa seseorang kepada tujuan-tujuan yang diinginkannya dan bahwa
buku-buku itu mempunyai daya kekuatan yang dapat merubah keadaan masyarakat."[7] Membaca
merupakan syarat pertama dan utama bagi keberhasilan manusia serta menjadi
tuntunan pertama yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia. Hingga arti
penting buku kerap dilingkapkan melalui semboyan-semboyan, seperti "buku
adalah guru yang tak pernah jemu, buku adalah jendela informasi dunia"[8]
Dalam
lintasan sejarah peradaban Islam, peran pendidikan ini benar-benar bisa
dilaksanakan pada masa-masa kejayaan Islam. "Hal ini dapat kita saksikan,
di mana pendidikan benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban
Islam menjadi peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang
Jazirah Arab, Asia Barat hingga Eropa Timur."[9] Hal
tersebut tidak terlepas dari pemberian dan penurunan ilmu pengetahuan melalui
perpustakaan (darul-ilmi).
Di dalam Islam,
perhatian yang tinggi terhadap pendidikan dan kemuliaan buku sebagai media
pengetahuan menjadi asas tumbuhnya perpustakaan dalam peradaban Islam. Buku
tidak saja diperlakukan semata-mata sebagai media, bahkan mempunyai nilai-nilai
moral yang melandasi perhatian yang diberikan padanya.
Secara historis
perpustakaan islam telah memberikan banyak kontribusi dalam sejarah
perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan kepada masyarakat, khususnya di
kalangan masyrakat islam. "Isu perpustakaan islam yang sangat menarik dan
controversial dalam perjalanan ummat islam misalnya perustakaan islam Baitul
Hikmah di Baghdad pada masa abad ke-2 H."[10]
"Perpustakaan
Baitul Hikmah dibangun pada masa Bani Abbasiyah dengan Spirit of Power dimiliki
oleh seorang Khalifah yang bernama Al-Makmun."[11] Para
cendikiawan dan intelektual muslim yang menterjemahkan tulisan-tulisan filsuf
Yunani, Romawi kedalam bahasa arab mendapat penghargaan yang sangat tinggi dari
Al- Makmun seperti Al-Kindi (807-973 M) dan Musa Al Khawarizmi yang menemukan
al-jabar "[12].
Perkembangan dunia Islam mengalami
perkembangan yang sangat pesat pada masa itu melalui ilmu pengetahuan. Baitul
Hikmah telah mendorong perubahan yang sangat luar biasa di dunia Islam, seperti
Ilmu Mantik, kedokteran, Fisika, ilmu kemasyakatan dan segala disiplin ilmu
menjadi area diskusi publik umat saat itu. "Baitul Hikmah sebuah pustaka
yang memiliki peran terhadap perubahan wacana umat"[13].
Peran perpustakaan perpustakaan yang ada
dalam pada masa peradaban masyarakat islam adalah sebagai berikut :
1. Pusat belajar
Setelah masa Khulafaur Rasyidin, peradaban Islam menampakkan perkembangan yang
amat signifikan dalam masyarakat islam. "Perkembangan itu antara lain pada
proses pendidikan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, terutama yang dapat
dilihat pada masa Umaiyah dan Abbasiyah"[14]. Kedua masa
ini menunjukkan suatu kecemerlangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Pusat penelitian
Sesungguhnya peran penelitian yang dilakukan oleh perpustakaan pada masa awal
Islam sangat signifikan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa,
misalnya "utusan khalifah-khalifah atau raja-raja untuk membahas suatu
bidang ilmu tertentu di perpustakaan-perpustakaan yang terkenal memiliki
koleksi yang cukup besar dan lengkap seperti Baitul Hikmah dan Darul Hikmah."[15] Disamping
itu, para peneliti dan cendekiawan yang mencoba mengembangkan suatu ilmu yang
berkaitan dengan keahliannya. "Banyak di antara mereka yang melakukan perjalanan
dari suatu perpustakaan ke perpustakaan lain untuk merumuskan dan melakukan
penemuan-penemuan baru."[16] Tentu saja
aktivitas semacam ini tidak pernah terhenti sampai sekarang dan begitu pula
pada masa datang selama perpustakaan menjalankan fungsinya sebagai sumber
informasi.
3. Pusat penterjemahan
Suatu hal yang amat menarik adalah di mana perpustakaan pada masa itu menjadi
jembatan dari kebudayaan. Misalnya, "kebudayaan dan ilmu pengetahuan
Yunani Kuno diterjemahkan ke dalam bahasa Arab untuk dipelajari oleh
masyarakat. Dalam konteks ini perpustakaan menjadi sponsor atas semua kegiatan
tersebut ."[17] Aktivitas
semacam ini telah mendapatkan respon positif sehingga para penerjemah
memperoleh status yang baik dalam masyarakat.
Situasi ini
mulai pada saat didirikannya perpustakaan yang pertama dalam dunia Islam.
Menurut Kurd Ali, orang yang pertama kali menekuni bidang ini ialah Chalid Ibnu
Jazid (meninggal tahun 656 M). Di lain sumber dikatakan bahwa Ibnu Jazid telah
mencurahkan perhatiannya terhadap buku lama, terutama dalam ilmu kimia,
kedokteran dan ilmu bintang.
4. Pusat penyalinan
"Salah
satu hal yang dapat dibanggakan oleh kaum Muslimin yaitu sejak dari abad
pertengahan telah dirasakan pentingnya bagian percetakan dan penerbitan dalam
suatu perpustakaan."[18]
Oleh karena itu alat-alat percetakan sebagaimana yang kita lihat di abad modern
ini belum ada di masa itu, maka untuk mengatasi hal ini mereka adakan seleksi
penyalinan pada tiap-tiap perpustakaan. Penyalinan buku itu diselenggarakan
oleh penyalin-penyalin yang terkenal kerapihan kerja dan tulisannya.
Perpustakaan dalam
dunia Pendidikan islam memiliki peran dan posisi yang tinggi dalam masyarakat.
Hal ini telah dibuktikan pada masa kejayaan islam. Perpustakaan merupakan
barometer kemajuan suatu bangsa dan negara dalam menggapai tujuan akhir
pendidikan dalam Islam, yaitu proses pembentukan diri peserta didik (manusia)
agar sesuai dengan fitrah keberadaannya untuk menggapai kebahagian duniawi dan
ukhrawi.
Telah menjadi keyakinan
umum bahwa membaca itu adalah suatu hal yang baik. Membaca akan membawa
seseorang kepada tujuan-tujuan yang diinginkannya dan bahwa buku-buku itu
mempunyai daya kekuatan yang dapat merubah keadaan masyarakat. Akhirnya perpustakaan
juga dapat mengadakan ceramah dalam suatu topik tertentu atau diskusi yang
referensi pembicaraannya kembali pada bahan-bahan yang ada di perpustakaan.
[1] M. Quraisy Shihab, “Membumikan Al-Quran”, (PT.
Mizan Pustaka, Bandung,
2004), hal. 12
[2] M. Khoirul Anam, Melacak Paradigma
Pendidikan Islam, “sebuah upaya menuju pendidikan yang
memberdayakan”, (online), http://www.pendidikannetwork.com diakses 6 juni
2009
[3] Surat al-Alaq ayat 1- 4
[4] Surat
Ali Imran ayat 191
[5]
Mangunhardjana, A.M. 1986. Teknik
Menambah dan Mengembangkan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius.hal 101
[7] M. Quraish Shihab : Wawasan Al-Qur’an : Ilmu Dan Teknologi, ( PT. Mizan Pustaka,
Bandung, 2007), hal 567
[8] Habibullah AS; ”Kiprah Sebuah Buku Dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan”, Tabloid
Online : Opini (online), (2009), www.tabloidinfo.com,
diakses tanggal 04/06/2009
[10] Ahmad Manshur, “Perpustakaan Pada Masa Peradaban Masyrakat Islam, (online), Http://www.perfspot.com/blogs/71284, Diakses 2 Juni 2009
[12] Ibid, hal 124
[13] Sardar, Ziauddin, Tantangan Dunia Islam Abad 21 : Menjangkau Informasi, Bandung:
Mizan 1993, hal. 141
[14] Ahmad
Manshur, Perpustakaan Pada Masa Peradaban Masyrakat
Islam, “jurnal pendidikan”, (2008),
(online) http://www.Solar-Aid.org, diakses pada tanggal 4 juni 2009
[16] Sardar, Ziauddin, Tantangan Dunia Islam Abad 21…, hal 153
[18] Ahmad
Manshur, “Perpustakaan Pada Masa Peradaban Masyarakat Islam…,hal 116